Berita  

EPISODE 2 – ASPIRASI DAN PENEGAKAN HUKUM

Aspirasi dan Penegakan Hukum: Khususnya Korupsi, Kolusi, Dan Nepotiosme (KKN) dalam Pandangan Awam Sangat Menggelitik untuk Mengetahui Peran Siapa Aktor Intelektualnya dalam Kasus Ini

Gedung Setda Kota Cirebon

Tulisan ini disampaikan sehubungan informasi yang kami sampaikan dirasakan masih ada yang tertinggal diantaranya adalah:

  1. Penanganan proyek Gedung Setda Kota Cirebon, baik dilihat dari proses penetapan KAK oleh Dinas terkait, apakah sudah sesuai dengan kebutuhan yang direncanakan, tentu diharapkan kemudian dalam pelaksanaannya tidak mengalami hambatan seperti:
    A. Pemenang Tender sempat mengerjakan dan mengundurkan diri dengan pertimbangan dan alasan yang rasional yaitu diperkirakan ada kerugian bila diteruskan
    B. Dilakukan Tender Ulang, dengan melakukan revisi kegiatan dan anggaran, namun hal informasi yang beredar bahwa tender tidak memenuhi syarat, artinya minimal harus ada 3 (tiga) kontraktor yang mengikuti tender, selanjutnya persoalannya adalah masalah kekurangan pembiayaan (tanyakan pada ULP/Unit layanan Pengadaan Barang dan Jasa) Kota Cirebon saat itu atau belum ada titik temu antara kegiatan dan anggaran harus merevisi Kembali dan kontrak tidak bisa diubah, katanya ditambahkan dengan apa yang disebut kontrak anakan, saat itu disepakati penambahan anggaran dari 11 Milyar menjadi 10% dikalikan kontrak yang sudah ada yaitu lebih dari Rp. 86 Milyar, yaitu dengan tambahan sekitar Rp 8,6 Milyar dan total Nilai Proyek Rp 94,6 Milyar. Nilai tersebut disepakati dan dilaksanakan oleh Kontraktor (dengan alamat Bekasi), hal ini yang tahu adalah ULP Kota Cirebon, namun sangat disayangkan dalam perjalanannya:
    (1)
    Seharusnya proyek dengan nilai yang besar, harus dilakukan tender kembali dan tidak rasional kalau di Indonesia tidak ada Perusahaan yang tidak mampu mengerjakan pekerjaan model pembangunan Gedung Setda Kota Cirebon dengan biaya pelaksanaan yang telah direvisi dengan seksama.

    (2) Tim Pokja pembangunan Gedung Setda Kota Cirebon, saat akan melakukan on the spot dalam rangka untuk mengecek apakah perusahaan yang akan dijadikan calon pemenang tender, diantaranya tim tersebut tidak ke tujuan alamat perusahaan di Bekasi atau lainnya (tanya ke ULP), tetapi tujuan dibelokan ke rumah makan di Kawasan Jakarta dan selanjutnya Kembali ke Cirebon dan hasilnya apa yang dilakukan dari perjalanan on the spot alias hasilnya nihil.

    (3) Terdapat 3 (tiga) calon untuk dipilih sebagai Pemenang. Setelah diolah oleh Tim Pokja dan rekomendasi Pokja diserahkan kepada ketua ULP yaitu Sdr. Haris, S.Pd, MM dan selanjutnya ketua ULP karena menjadi kewajiban dan meneruskan rekomendasi tim POKJA kepada Kepala Dinas PUPR yaitu Sdr. Ir.Budi Rahardjo.
    Dikatakan Sdr. Haris bahwa perihal proses calon untuk menjadi pemenang adalah urusan TIM POKJA yang menangani proyek Gedung Setda Kota Cirebon dan lanjut Harris sebagai Ketua ULP dalam hal ini tidak terima uang sepeserpun.

    (4) Prasangka banyak orang, bahwa proyek gagal kemudian diteruskan Kembali adalah pemenangnya adalah hasil tender. Ternyata, pemenangan proyek lanjutan Gedung Setda Kota Cirebon tersebut adalah berdasarkan Juksung (Ditunjuk langsung), penanda tanganan kontrak oleh Sdr. Ir.Budi Rahardjo, dan pihak kontraktor yang ditunjuk untuk melaksanakan kegiatan pembangunan Gedung Setda Kota Cirebon, dengan dugaan hasil kesepakatandan antara ULP dengan Dinas PUPR Kota Cirebon.

    (5) Kembali ke Kontrak di atas, bahwa penandatanganan oleh Kedua Pihak tersebut di atas berjalan lancar setelah terlebih dahulu kontrak memdapat paraf Sdr. Pungki dalam jabatan sebagai Kabid Ciptakarya/ PPTK, sebagai bawahan Sdr. Pungki tidak bisa menolaknya dan termasuk didorong untuk melakukan kesalahan pungkas Sdr. Pungki karena perintah atasan dalam jabatan Kepala Dinas PUPR dan tampaknya Proyek tersebut berjalan tanpa ada publik yang menanyakan dan baru diketahui setelah BPK memeriksa Fisik dan Anggaran Proyek Gedung Sekda, dan setelah diketahui publik bahwa Pembangunan tersebut ada kerugian negara sebesar kurang lebih 11 Milyar, bagaimana dengan perencanaan yang ketat dan keuangan hasil revisi ulang ternyata membawa luka karena kepentingan dan saling menutupi kenyataan (ini terbiasa untuk menghilangkan jejak) dengan cara mutasi  pegawai ke tempat yang dianggap butuh pengamanan baik dgn cara merotasi maupun jabatan di SKPD baru merupakan jabatan yang dipromosikan karena jasanya terhadap walikota atau setara jabatan lain dibawahnya.

  2. Saat itu Sekda dijabat oleh Sdr. Drs. Asep Dedi, M.Si sebelumnya adalah sebagai Sekda Kota Cirebon dan jabatan sudah hampir selesai, kemudian dimutasi ke Inspektorat Kota Cirebon (aneh saja) ada apa dibalik mutasi jabatan Sdr. Asep Dedi sebagai Sekda Kota Cirebon menjadi Kepala Inspektorat, kalau tidak ada misi, dan selanjutnya.
  3. Dalam ruang silaturahmi, Saya menghadap dan diantaranya menyinggung Gedung Setda yang ramai dibicakan di media cetak dan online tentang kerugian negara 11 Milyar lebih. Sdr.kepala Inspektorat /Asep Dedi mengatakan bahwa pihak pelaksana telah membayar kerugian atas pelaksanaan proyek tersebut sekitar Rp.4,5 Milayar dan kekurangannya dibayar kemudian,
  4. Lalu berita media lain mengatakan pengganti Asep Dedi, mengatakan bahwa uang yang disetor oleh kontaktor pelaksana adalah sebesar Rp. 1,7 Milyar, lalu Hasil temuan BPK kerugian negara ada Rp.11 Milyar lebih, siapa yang akan menjelaskan, kecuali penyidik kejaksaan yang akan mengungkap dan informasi hanya sebagai pengetahuan saja buat publik

Selanjutnya perlu dibaca:

  • Perjalanan keuangan dan proyek Gedung Setda Kota Cirebon, adalah: diduga yang dikembalikan oleh pihak kontraktor pelaksana adalah kelebihan anggaran dimana pagu anggaran sebesar Rp. 90 Milyar dan tambahan anggaran tidak boleh melebihi pagu Anggaran yaitu Rp. 94,6 Milyar dikurangi Rp. 90 Milyar, jadi pengembalian anggaran diduga dari Rp. 94,6 Milyar dikurangi Rp. 90 Milyar = Rp. 4,6 Milyar merupakan uang yang harus dikembalikan, dan tidak termasuk sejumlah kerugian akibat dari pelaksanaan/ fisik pembangunan Gedung Setda Kota Cirebon, Bahwa ucapan Sdr. Kepala inspektorat diduga benar, hanya telah disetorkan ke kas negara atau belum, ini perlu mendapat pemaparan yang jelas, sementara Kepala Inspektorat Kota Cirebon Sdr. Asep Gina menyampaikan ke media massa bahwa pihak Pelaksana telah membayar kerugian negara tersebut 1,7 milyar, dan itu uang apa?, karena berbeda keterangan antara Sdr. Asep Dedi dan Sdr. Asep Gina
  • Saya mengikuti kegiatan di Gedung Setda, kesiapan pihak kejaksaan dengan pihak pers mengenai melihat dari dekat tentang kondisi Gedung Setda Kota Cirebon 2(dua) minggu yang lalu dari sekarang, namun saya menangkap berita dari perbincangan bahwa sebenarnya kejaksaan sudah mengantongi hasil tes beton, bahwa hasil-nya adalah dibawah standar
  • Saya hanya ingin informasi sampai tanpa harus laporan, karena telah dilaporkan pihak lain, jadi hanya melengkapi untuk Bersama memberantas kejahatan dengan memanfaatkan uang proyek bukan untuk kepentingan pribadi atau golongan tertentu saja
  • Semoga ini menjadi Bahan penguatan muatan dalam penanganan kasus Gedung Setda bahwa aktornya harus dibongkar.

Semoga cita-cita Bpk. Presiden Prabowo menjadi harapan terbaik buat negara, bangsa dan kemakmuran rakyat, aamiin. Semoga Allah SWT melindungi orang yang baik dan membuka kasus juga untuk kebaikan. Demikian informasi yang kami dapat sampaikan tanpa harus melaporkan, karena ini mutlak kewenangan kejaksaan untuk menuntut perkara ini dan kepada pembaca semoga tulisan ini bisa didengar dan tersampaikan Khusus kepada ke penegak hukum yang menangani di Kejaksaan Negeri Cirebon dan jajarannya di Kejaksaan Tinggi Bandung dan Kejaksaan Agung di Jakarta. Bahwa salah menangani perkara, kejahatan akan terus berlanjut dan saya masih punya harapan ditangan Bapak Presiden Prabowo Subiyanto.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *